Kamis, 12 Maret 2009

SULUK WIJIL SUNAN BONANG

SULUK WIJIL SUNAN BONANG

1. 1Inilah ceritera si WujilBerkata pada guru yang diabdinyaRatu WahdatRatu Wahdat nama gurunyaBersujud ia ditelapak kaki Syekh AgungYang tinggal di desa BonangIa minta maafIngin tahu hakikatDan seluk beluk ajaran agamaSsampai rahsia terdalam

2. 2Sepuluh tahun lamanyaSudah WujilBerguru kepada Sang WaliNamun belum mendapat ajaran utamaIa berasal dari MajapahitBekerja sebagai abdi rajaSastra Arab telah ia pelajariIa menyembah di depan gurunyaKemudian berkataSeraya menghormatMinta maaf

3. 3“Dengan tulus saya mohonDi telapak kaki tuan GuruMati hidup hamba serahkanSastra Arab telah tuan ajarkanDan saya telah menguasainyaNamun tetap saja saya bingungMengembara kesana-kemariTak berketentuan.Dulu hamba berlakon sebagai pelawakBosan sudah sayaMenjadi bahan tertawaan orang

4. 4Ya Syekh al-Mukaram!Uraian kesatuan hurufDulu dan sekarangYang saya pelajari tidak berbedaTidak beranjak dari tatanan lahirTetap saja tentang bentuk luarnyaSaya meninggalkan MajapahitMeninggalkan semua yang dicintaiNamun tak menemukan sesuatu apaSebagai penawar

5. 5Diam-diam saya pergi malam-malamMencari rahsia Yang Satu dan jalan sempurnaSemua pendeta dan ulama hamba temuiAgar terjumpa hakikat hidupAkhir kuasa sejatiUjung utara selatanTempat matahari dan bulan terbenamAkhir mata tertutup dan hakikat mautAkhir ada dan tiada

6. 6Ratu Wahdat tersenyum lembut“Hai Wujil sungguh lancang kauTuturmu tak lazimBerani menagih imbalan tiggiDemi pengabdianmu padakuTak patut aku disebut Sang ArifAndai hanya uang yang diharapkanDari jerih payah mengajarkan ilmuJika itu yang kulakukanTak perlu aku menjalankan tirakat

7. 7Siapa mengharap imbalan uangDemi ilmu yang ditulisnyaIa hanya memuaskan diri sendiriDan berpura-pura tahu segala halSeperti bangau di sungaiDiam, bermenung tanpa gerak.Pandangnya tajam, pura-pura suciDi hadapan mangsanya ikan-ikanIbarat telur, dari luar kelihatan putihNamuni isinya berwarna kuning

8. 8Matahari terbenam, malam tibaWujil menumpuk potongan kayuMembuat perapian, memanaskanTempat pesujudan Sang ZahidDi tepi pantai sunyi di BonangDesa itu gersangBahan makanan tak banyakHanya gelombang lautMemukul batu karangDan menakutkan

9. 9Sang Arif berkata lembut“Hai Wujil, kemarilah!”Dipegangnya kucir rambut WujilSeraya dielus-elusTanda kasihsayangnya“Wujil, dengar sekarangJika kau harus masuk nerakaKarena kata-katakuAku yang akan menggantikan tempatmu”…

10. .

11. “Ingatlah Wujil, waspadalah!Hidup di dunia iniJangan ceroboh dan gegabahSadarilah dirimuBukan yang HaqqDan Yang Haqq bukan dirimuOrang yang mengenal dirinyaAkan mengenal TuhanAsal usul semua kejadianInilah jalan makrifat sejati”

12. Kebajikan utama (seorang Muslim)Ialah mengetahui hakikat salatHakikat memuja dan memujiSalat yang sebenarnyaTidak hanya pada waktu isya dan maghribTetapi juga ketika tafakurDan salat tahajud dalam keheninganBuahnya ialah mnyerahkan diri senantiasaDan termasuk akhlaq mulia

13. Apakah salat yang sebenar-benar salat?Renungkan ini: Jangan lakukan salatAndai tiada tahu siapa dipujaBilamana kaulakukan jugaKau seperti memanah burungTanpa melepas anak panah dari busurnyaJika kaulakukan sia-siaKarena yang dipuja wujud khayalmu semata

14. Lalu apa pula zikir yang sebenarnya?Dengar: Walau siang malam berzikirJika tidak dibimbing petunjuk TuhanZikirmu tidak sempurnaZikir sejati tahu bagaimanaDatang dan perginya nafasDi situlah Yang Ada, memperlihatkanHayat melalui yang empat

15. Yang empat ialah tanah atau bumiLalu api, udara dan airKetika Allah mencipta AdamKe dalamnya dilengkapiAnasir ruhani yang empat:Kahar, jalal, jamal dan kamalDi dalamnya delapan sifat-sifat-NyaBegitulah kaitan ruh dan badanDapat dikenal bagaimanaSifat-sifat ini datang dan pergi, serta ke mana

16. Anasir tanah melahirkanKedewasaan dan keremajaanApa dan di mana kedewasaanDan keremajaan? Dimana letakKedewasaan dalam keremajaan?Api melahirkan kekuatanJuga kelemahanNamun di mana letakKekuatan dalam kelemahan?Ketahuilah ini

17. Sifat udara meliputi ada dan tiadaDi dalam tiada, di mana letak ada?Di dalam ada, di mana tempat tiada?Air dua sifatnya: mati dan hidupDi mana letak mati dalam hidup?Dan letak hidup dalam mati?Kemana hidup pergiKetika mati datang?Jika kau tidak mengetahuinyaKau akan sesat jalan

18. Pedoman hidup sejatiIalah mengenal hakikat diriTidak boleh melalaikan shalat yang khusyukOleh karena itu ketahuilahTempat datangnya yang menyembahDan Yang DisembahPribadi besar mencari hakikat diriDengan tujuan ingin mengetahuiMakna sejati hidupDan arti keberadaannya di dunia

19. Kenalilah hidup sebenar-benar hidupTubuh kita sangkar tertutupKetahuilah burung yang ada di dalamnyaJika kau tidak mengenalnyaAkan malang jadinya kauDan seluruh amal perbuatanmu, WujilSia-sia semataJika kau tak mengenalnya.Karena itu sucikan dirimuTinggalah dalam kesunyianHindari kekeruhan hiruk pikuk dunia

20. Keindahan, jangan di tempat jauh dicariIa ada dalam dirimu sendiriSeluruh isi jagat ada di sanaAgar dunia ini terang bagi pandangmuJadikan sepenuh dirimu CintaTumpukan pikiran, heningkan ciptaJangan bercerai siang malamYang kaulihat di sekelilingmuPahami, adalah akibat dari laku jiwamu!

21. Dunia ini Wujil, luluh lantakDisebabkan oleh keinginanmuKini, ketahui yang tidak mudah rusakInilah yang dikandung pengetahuan sempurnaDi dalamnya kaujumpai Yang AbadiBentangan pengetahuan ini luasDari lubuk bumi hingga singgasana-NyaOrang yang mengenal hakikatDapat memuja dengan benarSelain yang mendapat petunjuk ilahiSangat sedikit orang mengetahui rahasia ini

22. Karena itu, Wujil, kenali dirimuKenali dirimu yang sejatiIngkari bendaAgar nafsumu tidur terlenaDia yang mengenal diriNafsunya akan terkendaliDan terlindung dari jalanSesat dan kebingunganKenal diri, tahu kelemahan diriSelalu awas terhadap tindak tanduknya

23. Bila kau mengenal dirimuKau akan mengenal TuhanmuOrang yang mengenal TuhanBicara tidak sembaranganAda yang menempuh jalan panjangDan penuh kesukaranSebelum akhirnya menemukan dirinyaDia tak pernah membiarkan dirinyaSesat di jalan kesalahanJalan yang ditempuhnya benar

24. Wujud Tuhan itu nyataMahasuci, lihat dalam keheninganIa yang mengaku tahu jalanSering tindakannya menyimpangSyariat agama tidak dijalankanKesalehan dicampakkan ke sampingPadahal orang yang mengenal TuhanDapat mengendalikan hawa nafsuSiang malam penglihatannya terangTidak disesatkan oleh khayalan

25. Diam dalam tafakur, WujilAdalah jalan utama (mengenal Tuhan)Memuja tanpa selang waktuYang mengerjakan sempurna (ibadahnya)Disebabkan oleh makrifatTubuhnya akan bersih dari nodaPelajari kaedah pencerahan kalbu iniDari orang arif yang tahuAgar kau mencapai hakikatYang merupakan sumber hayat

35. Diam dalam tafakur, WujilAdalah jalan utama (mengenal Tuhan)Memuja tanpa selang waktuYang mengerjakan sempurna (ibadahnya)Disebabkan oleh makrifatTubuhnya akan bersih dari nodaPelajari kaedah pencerahan kalbu iniDari orang arif yang tahuAgar kau mencapai hakikatYang merupakan sumber hayat

36. Wujil, jangan memujaJika tidak menyaksikan Yang DipujaJuga sia-sia orang memujaTanpa kehadiran Yang DipujaWalau Tuhan tidak di depan kitaPandanglah adamuSebagai isyarat ada-NyaInilah makna diam dalam tafakurAsal mula segala kejadian menjadi nyata

37.

38. Renungi pula, Wujil!Hakikat sejati kemauanHakikatnya tidak dibatasi pikiran kitaBerpikir dan menyebut suatu perkaraBukan kemauan murniKemauan itu sukar dipahamiSeperti halnya memuja TuhanIa tidak terpaut pada hal-hal yang tampakPun tidak membuatmu membenci orangYang dihukum dan dizalimiSerta orang yang berselisih paham

39. Orang berilmuBeribadah tanpa kenal waktuSeluruh gerak hidupnyaIalah beribadahDiamnya, bicaranyaDan tindak tanduknyaMalahan getaran bulu roma tubuhnyaSeluruh anggota badannyaDigerakkan untuk beribadahInilah kemauan murni

40. Kemauan itu, Wujil!Lebih penting dari pikiranUntuk diungkapkan dalam kataDan suara sangatlah sukarKemauan bertindakMerupakan ungkapan pikiranNiat melakukan perbuatanAdalah ungkapan perbuatanMelakukan shalat atau berbuat kejahatanKeduanya buah dari kemauan

KESEPUHAN DEWA RUCI

Kisah Bima mencari tirta pawitra dalam cerita Dewaruci secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus menjalani perjalanan batin guna menemukan identitas dirinya atau pencarian sangkan paraning dumadi ‘asal dan tujuan hidup manusia’ atau manunggaling kawula Gusti. Dalam kisah ini termuat amanat ajaran konsepsi manusia, konsepsi Tuhan, dan amanat bagaimana manusia kembali menuju Tuhannya. Konsepsi manusia disebutkan bahwa ia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Konsepsi Tuhan disebutkan bahwa Ia Yang Awal dan Yang Akhir, Hidup dan Yang Menghidupkan, Mahatahu, dan Mahabesar. Ia tan kena kinaya ngapa ‘tidak dapat dikatakan dengan apa pun'.

Jalan menuju Tuhan yang ditempuh oleh Bima dalam menuju manusia sempurna disebutkan melalui empat tahap, yaitu: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat (Jawa sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa).

PENDAHULUAN

Kisah tokoh utama Bima dalam menuju manusia sempurna dalam teks wayang Dewaruci secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus mengalami perjalanan batin untuk menemukan identitas dirinya. Peursen (1976:68) menamakan proses ini sebagai “identifikasi diri”, sedangkan Frans Dahler dan Julius Chandra menyebutnya dengan proses “individuasi” (1984:128).

Proses pencarian untuk menemukan identitas diri ini sesuai dengan Hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi Man ‘arafa nafsahu faqad rabbahu. ‘Barang siapa mengenal dirinya niscaya dia akan mengenal Tuhannya’.



Hal ini dalam cerita Dewaruci tersurat pada Pupuh V Dhandhanggula bait 49 : Telas wulangnya Sang Dewaruci, Wrekudara ing tyas datan kewran, wus wruh mring gamane dhewe, …’Habis wejangan Sang Dewaruci. Wrekudara dalam hati tidak ragu sudah tahu terhadap jalan dirinya …’ (Marsono, 1976:107).

Nilai Filosofis Perjalanan Empat Tahap Menuju Manusia Sempurna oleh Bima

Kisah tokoh Wrekudara dalam menuju manusia sempurna pada cerita Dewaruci dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat (Jawa disebut: laku raga, laku budi, laku manah, dan laku rasa (Mangoewidjaja, 1928:44; Ciptoprawiro, 1986:71). Atau menurut ajaran Mangkunegara IV seperti disebutkan dalam Wedhatama (1979:19-23), empat tahap laku ini disebut: sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa.

Nilai Filosofis Perjalanan Bima yang Berkaitan dengan Syariat

Syariat (Jawa sarengat atau laku raga, sembah raga) adalah tahap laku perjalanan menuju manusia sempurna yang paling rendah, yaitu dengan mengerjakan amalan-amalan badaniah atau lahiriah dari segala hukum agama. Amalan-amalan itu menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.

Di samping amalan-amalan seperti itu, dalam kaitan hubungan manusia dengan manusia, orang yang menjalani syariat, di antaranya kepada orang tua, guru, pimpinan, dan raja, ia hormat serta taat. Segala perintahnya dilaksanakaannya. Dalam pergaulan ia bersikap jujur, lemah lembut, sabar, kasih-mengasihi, dan beramal saleh.

Bagian-bagian cerita Dewaruci yang secara filosofis berkaitan dengan tahap syariat adalah sebagai berikut :

Nilai Filosofis Bima Taat kepada Guru

Tokoh Bima dalam cerita Dewaruci diamanatkan bahwa sebagai murid ia demikian taat. Sewaktu ia dicegah oleh saudara-saudaranya agar tidak menjalankan perintah gurunya, Pendeta Durna, ia tidak menghiraukan. Ia segera pergi meninggalkan saudara-saudaranya di kerajaan guna mencari tirta pawitra. Taat menjalankan perintah guru secara filosofis adalah sebagai realisasi salah satu tahap syariat.

Nilai Filosofis Bima Hormat kepada Guru

Selain taat tokoh Bima juga sangat hormat kepada gurunya. Ia selalu bersembah bakti kepada gurunya. Dalam berkomunikasi dengan kedua gurunya, Pendeta Durna dan Dewaruci, ia selalu menggunakan ragam Krama. Pernyataan rasa hormat dengan bersembah bakti dan penggunaaan ragam Krama kepada gurunya ini secara filosofis merupakan realisasi sebagian laku syariat.

Nilai Filosofis Perjalanan Bima yang Berkaitan dengan Tarekat

Tarekat (Jawa laku budi, sembah cipta) adalah tahap perjalanan menuju manusia sempurna yang lebih maju. Dalam tahap ini kesadaran hakikat tingkah laku dan amalan-amalan badaniah pada tahap pertama diinsyafi lebih dalam dan ditingkatkan (Mulder, 1983:24). Amalan yang dilakukan pada tahap ini lebih banyak menyangkut hubungan dengan Tuhan daripada hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.

Pada tingkatan ini penempuh hidup menuju manusia sempurna akan menyesali terhadap segala dosa yang dilakukan, melepaskan segala pekerjaan yang maksiat, dan bertobat. Kepada gurunya ia berserah diri sebagai mayat dan menyimpan ajarannya terhadap orang lain. Dalam melakukan salat, tidak hanya salat wajib saja yang dilakukan. Ia menambah lebih banyak salat sunat, lebih banyak berdoa, berdikir, dan menetapkan ingatannya hanya kepada Tuhan. Dalam menjalankan puasa, tidak hanya puasa wajib yang dilakukan. Ia lebih banyak mengurangi makan, lebih banyak berjaga malam, lebih banyak diam, hidup menyendiri dalam persepian, dan melakukan khalwat. Ia berpakaian sederhana dan hidup mengembara sebagai fakir.

Bagian-bagian cerita Dewaruci yang menyatakan sebagian tahap tarekat di antaranya terdapat pada Pupuh II Pangkur bait 29-30. Diamanatkan dalam teks ini bahwa Bima kepada gurunya berserah diri sebagai mayat. Sehabis berperang melawan Raksasa Rukmuka dan Rukmakala di Gunung Candramuka Hutan Tikbrasara, Bima kembali kepada Pendeta Durna. Air suci tidak didapat. Ia menanyakan di mana tempat tirta pawitra yang sesungguhnya. Pendeta Durna menjawab, “Tempatnya berada di tengah samudra”. Mendengar jawaban itu Bima tidak putus asa dan tidak gentar. Ia menjawab, “Jangankan di tengah samudra, di atas surga atau di dasar bumi sampai lapis tujuh pun ia tidak akan takut menjalankan perintah Sang Pendeta”. Ia segera berangkat ke tengah samudra. Semua kerabat Pandawa menangis mencegah tetapi tidak dihiraukan. Keadaan Bima yeng berserah diri jiwa raga secara penuh kepada guru ini secara filosofis merupakan realisasi sebagian tahap laku tarekat.

Nilai Filosofis Perjalanan Bima yang Berkaitan dengan Hakikat

Hakikat (Jawa laku manah, sembah jiwa) adalah tahap perjalanan yang sempurna. Pencapaian tahap ini diperoleh dengan mengenal Tuhan lewat dirinya, di antaranya dengan salat, berdoa, berdikir, atau menyebut nama Tuhan secara terus-menerus (bdk. Zahri, 1984:88). Amalan yang dilakukan pada tahap ini semata-mata menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan. Hidupnya yang lahir ditinggalkan dan melaksanakan hidupnya yang batin (Muder, 1983:24). Dengan cara demikian maka tirai yang merintangi hamba dengan Tuhan akan tersingkap. Tirai yang memisahkan hamba dengan Tuhan adalah hawa nafsu kebendaan. Setelah tirai tersingkap, hamba akan merasakan bahwa diri hamba dan alam itu tidak ada, yang ada hanyalah “Yang Ada”, Yang Awal tidak ada permulaan dan Yang Akhir tidak berkesudahan.

Dalam keadaan demikian, hamba menjadi betul-betul dekat dengan Tuhan. Hamba dapat mengenal Tuhan dan melihat-Nya dengan mata hatinya. Rohani mencapai kesempurnaan. Jasmani takluk kepada rohani. Karena jasmani takluk kepada rohani maka tidak ada rasa sakit, tidak ada susah, tidak ada miskin, dan juga maut tidak ada. Nyaman sakit, senang susah, kaya miskin, semua ini merupakan wujud ciptaan Tuhan yang berasal dari Tuhan. Segala sesuatu milik Tuhan dan akan kembali kepada-Nya, manusia hanya mendaku saja. Maut merupakan perpindahan rohani dari sangkar kecil kepada kebebasan yang luas, mencari Tuhan, kekasihnya. Mati atau maut adalah alamat cinta yang sejati (Aceh, 1987:67).

Tahap ini biasa disebut keadaan mati dalam hidup dan hidup dalam kematian. Saat tercapainya tingkatan hakikat terjadi dalam suasana yang terang benderang gemerlapan dalam rasa lupa-lupa ingat, antara sadar dan tidak sadar. Dalam keadaan seperti ini muncul Nyala Sejati atau Nur Ilahi (Mulyono, 1978:126).

Sebagian tahap hakikat yang dilakukan atau dialami oleh tokoh Bima, di antaranya ialah: mengenal Tuhan lewat dirinya, mengalami dan melihat dalam suasana alam kosong, dan melihat berbagai macam cahaya (pancamaya, empat warna cahaya, sinar tunggal berwarna delapan, dan benda bagaikan boneka gading yang bersinar).

Nilai Filosofis Bima Mulai Melihat Dirinya

Setelah Bima menjalankan banyak laku maka hatinya menjadi bersih. Dengan hati yang bersih ini ia kemudian dapat melihat Tuhannya lewat dirinya. Penglihatan atas diri Bima ini dilambangkan dengan masuknya tokoh utama ini ke dalam badan Dewaruci.

Bima masuk ke dalam badan Dewaruci melalui “telinga kiri”. Menurut Hadis, di antaranya Al-Buchari, telinga mengandung unsur Ketuhanan. Bisikan Ilahi, wahyu, dan ilham pada umumnya diterima melalui “telinga kanan”. Dari telinga ini terus ke hati sanubari. Secara filosofis dalam masyarakat Jawa, “kiri” berarti ‘buruk, jelek, jahat, tidak jujur’, dan “kanan” berarti ‘baik (dalam arti yang luas)’. Masuk melalui “telinga kiri” berarti bahwa sebelum mencapai kesempurnaan Bima hatinya belum bersih (bdk. Seno-Sastroamidjojo, 1967:45-46).

Setelah Bima masuk dalam badan Dewaruci, ia kemudian melihat berhadapan dengan dewa kerdil yang bentuk dan rupanya sama dengan Bima sewaktu kecil. Dewa kerdil yang bentuk dan rupanya sama dengan Bima waktu muda itu adalah Dewaruci; penjelmaan Yang Mahakuasa sendiri (bdk. Magnis-Suseno, 1984:115).

Bima berhadapan dengan Dewaruci yang juga merupakan dirinya dalam bentuk dewa kerdil. Kisah Bima masuk dalam badan Dewaruci ini secara filosofis melambangkan bahwa Bima mulai berusaha untuk mengenali dirinya sendiri. Dengan memandang Tuhannya di alam kehidupan yang kekal, Bima telah mulai memperoleh kebahagiaan (bdk. Mulyono, 1982:133).

Pengenalan diri lewat simbol yang demikian secara filosofis sebagai realisasi bahwa Bima telah mencapai tahap hakikat.

Nilai Filosofis Bima Mengalami dan Melihat dalam Suasana Alam Kosong

Bima setelah masuk dalam badan dewaruci melihat dan merasakan bahwa dirinya tidak melihat apa-apa. Yang ia lihat hanyalah kekosongan pandangan yang jauh tidak terhingga. Ke mana pun ia berjalan yang ia lihat hanya angkasa kosong, dan samudra yang luas yang tidak bertepi. Keadaan yang tidak bersisi, tiada lagi kanan kiri, tiada lagi muka belakang, tiada lagi atas bawah, pada ruang yang tidak terbatas dan bertepi menyiratkan bahwa Bima telah memperoleh perasaan batiniahnya. Dia telah lenyap sama sekali dari dirinya, dalam keadaan kebakaan Allah semata.

Segalanya telah hancur lebur kecuali wujud yang mutlak. Dalam keadaan seperti ini manusia menjadi fana ke dalam Tuhan (Simuh, 1983:312).

Segala yang Ilahi dan yang alami walaupun kecil jasmaninya telah terhimpun menjadi satu, manunggal (Daudy, 1983:188). Zat Tuhan telah berada pada diri hambabnya (Simuh, 1983:311),

Bima telah sampai pada tataran Hakikat.

Disebutkan bahwa Bima karena merasakan tidak melihat apa-apa, ia sangat bingung. Tiba-tiba ia melihat dengan jelas Dewaruci bersinar kelihatan cahayanya. Lalu ia melihat dan merasakan arah mata angin, utara, selatan, timur, barat, atas dan bawah, serta melihat matahari. Keadaan mengetahui arah mata angin ini menyiratkan bahwa ia telah kembali dalam keadaan sadar. Sebelumnya ia dalam keadaan tidak sadar karena tidak merasakan dan tidak melihat arah mata angin. Merasakan dalam keadaan sadar dan tidak sadar dalam rasa lupa-lupa ingat menyiratkan bahwa Bima secara filosofis telah sampai pada tataran hakikat.


Setelah mengalami suasana alam kosong antara sadar dan tidak sadar, ia melihat berbagai macam cahaya. Cahaya yang dilihatnya itu ialah: pancamaya, sinar tunggal berwarna delapan, empat warna cahaya, dan benda bagaikan boneka gading yang bersinar. Hal melihat berbagai macam cahaya seperti itu secara filosofis melambangkan bahwa Bima telah sampai pada tataran hakikat. Ia telah menemukan Tuhannya

Nilai Filosofis Bima Melihat Pancamaya

Tokoh utama Bima disebutkan melihat pancamaya. Pancamaya adalah cahaya yang melambangkan hati yang sejati, inti badan. Ia menuntun kepada sifat utama. Itulah sesungguhnya sifat. Oleh Dewaruci, Bima disuruh memperlihatkan dan merenungkan cahaya itu dalam hati, agar supaya ia tidak tersesat hidupnya.


Hal-hal yang menyesatkan hidup dilambangkan dengan tiga macam warna cahaya, yaitu: merah, hitam, dan kuning.

Nilai Filosofis Bima Melihat Empat Warna Cahaya

Bima disebutkan melihat empat warna cahaya, yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih. Isi dunia sarat dengan tiga warna yang pertama. Ketiga warna yang pertama itu pengurung laku, penghalang cipta karsa menuju keselamatan, musuhnya dengan bertapa. Barang siapa tidak terjerat oleh ketiga hal itu, ia akan selamat, bisa manunggal, akan bertemu dengan Tuhannya. Oleh karena itu, perangai terhadap masing-masing warna itu hendaklah perlu diketahui.

Yang hitam lebih perkasa, perbuatannya marah, mengumbar hawa nafsu, menghalangi dan menutup kepada hal yang tidak baik. Yang merah menunjukkan nafsu yang tidak baik, iri hati dan dengki keluar dari sini. Hal ini menutup (membuat buntu) kepada hati yang selalu ingat dan waspada. Yang kuning pekerjaannya menghalangi kepada semua cipta yang mengarah menuju kebaikan dan keselamatan. Oleh Sri Mulyono (1982:39)

Nafsu yang muncul dari warna hitam disebut aluamah, yang dari warna merah disebut amarah, dan yang muncul dari warna kuning disebut sufiah. Nafsu aluamah amarah, dan sufiah merupakan selubung atau penghalang untuk bertemu dengan Tuhannya.

Hanya yang putih yang nyata. Hati tenang tidak macam-macam, hanya satu yaitu menuju keutamaan dan keselamatan. Namun, yang putih ini hanya sendiri, tiada berteman sehingga selalu kalah. Jika bisa menguasai yang tiga hal, yaitu yang merah, hitam, dan kuning, manunggalnya hamba dengan Tuhan terjadi dengan sendirinya; sempurna hidupnya.

Nilai Filosofis Bima Melihat Sinar Tunggal Berwarna Delapan

Bima dalam badan Dewaruci selain melihat pancamaya melihat urub siji wolu kang warni ‘sinar tunggal berwarna delapan’. Disebutkan bahwa sinar tunggal berwarna delapan adalah “Sesungguhnya Warna”, itulah Yang Tunggal. Seluruh warna juga berada pada Bima. Demikian pula seluruh isi bumi tergambar pada badan Bima. Dunia kecil, mikrokosmos, dan dunia besar, makrokosmos, isinya tidak ada bedanya. Jika warna-warna yang ada di dunia itu hilang, maka seluruh warna akan menjadi tidak ada, kosong, terkumpul kembali kepada warna yang sejati, Yang Tunggal.

Nilai Filosofis Bima Melihat Benda bagaikan Boneka Gading yang Bersinar

Bima dalam badan Dewaruci di samping melihat pancamaya, empat warna cahaya, sinar tunggal berwarna delapan, ia melihat benda bagaikan boneka gading yang bersinar. Itu adalah Pramana, secara filosofis melambangkan Roh. Pramana ‘Roh’ kedudukannya dibatasi oleh jasad. Dalam teks diumpamakan bagaikan lebah tabuhan. Di dalamnya terdapat anak lebah yang menggantung menghadap ke bawah. Akibatnya mereka tidak tahu terhadap kenyataan yang ada di atasnya (Hadiwijono, 1983:40).

Nilai Filisofis Perjalanan Bima yang Berkaitan dengan Makrifat

Makrifat (Jawa laku rasa, sembah rasa) adalah perjalanan menuju manusia sempurna yang paling tinggi. Secara harfiah makrifat berarti pengetahuan atau mengetahui sesuatu dengan seyakin-yakinnya (Aceh, 1987:67).

Dalam tasawuf, makrifat berarti mengenal langsung atau mengetahui langsung tentang Tuhan dengan sebenar-benarnya atas wahyu atau petunjuk-Nya (Nicholson, 1975:71), meliputi zat dan sifatnya.

Pencapaian tataran ini diperoleh lewat tataran tarekat, yaitu ditandai dengan mulai tersingkapnya tirai yang menutup hati yang merintangi manusia dengan Tuhannya. Setelah tirai tersingkap maka manusia akan merasakan bahwa diri manusia dan alam tidak ada, yang ada hanya Yang Ada. Dalam hal seperti ini zat Tuhan telah masuk menjadi satu pada manusia. Manusia telah merealisasikan kesatuannya dengan Yang Ilahi. Keadaan ini tidak dapat diterangkan (Nicholson, 1975:148)

(Jawa tan kena kinaya ngapa) (Mulyono, 1982:47), yang dirasakan hanyalah indah (Zahri, 1984:89).

Dalam masyarakat Jawa hal ini disebut dengan istilah manunggaling kawula Gusti, pamoring kawula Gusti, jumbuhing kawula Gusti, warangka manjing curiga curiga manjing warangka.

Pada titik ini manusia tidak akan diombang-ambingkan oleh suka duka dunia. Ia akan berseri bagaikan bulan purnama menyinari bumi, membuat dunia menjadi indah. Di dunia ia menjadi wakil Tuhan (wakiling Gusti), menjalankan kewajiban-kewajiban-Nya dan memberi inspirasi kepada manusia yang lain (de Jong, 1976:69; Mulder, 1983:25).

Ia mampu mendengar, merasa, dan melihat apa yang tidak dapat dikerjakan oleh manusia yang masih diselubungi oleh kebendaan, syahwat, dan segala kesibukan dunia yang fana ini (Aceh, 1987:70).

Tindakan diri manusia semata-mata menjadi laku karena Tuhan (Subagya, 1976:85).

Keadaan yang dialami oleh Bima yang mencerminkan bahwa dirinya telah mencapai tahap makrifat, di antaranya ia merasakan: keadaan dirinya dengan Tuhannya bagaikan air dengan ombak, nikmat dan bermanfaat, segala yang dimaksud olehnya tercapai, hidup dan mati tidak ada bedanya, serta berseri bagaikan sinar bulan purnama menyinari bumi.

Nilai Filosofis Hamba (Bima) dengan Tuhan bagaikan Air dengan Ombak

Wujud “Yang Sesungguhnya”, yang meliputi segala yang ada di dunia, yang hidup tidak ada yang menghidupi, yang tidak terikat oleh waktu, yaitu Yang Ada telah berada pada Bima, telah menunggal menjadi satu. Jika telah manunggal penglihatan dan pendengaran Bima menjadi penglihatan dan pendengaran-Nya (bdk. Nicholson, 1975:100-1001).

Badan lahir dan badan batin Suksma telah ada pada Bima, hamba dengan Tuhan bagaikan api dengan asapnya, bagaikan air dengan ombak, bagaikan minyak di atas air susu.

Namun, bagaimana pun juga hamba dengan zat Tuhannya tetap berbeda (Nicholson, 1975:158-159).

Yang mendekati kesamaan hanyalah dalam sifatnya. Dalam keadaan manunggal manusia memiliki sifat-sifat Ilahi (Hadiwijono, 1983:94).

Perumpamaan manusia dalam keadaan yang sempurna dengan Tuhannya, bagaikan air dengan ombak ada kesamaannya dengan yang terdapat dalam kepercayaan agama Siwa. Dalam agama Siwa kesatuan antara hamba dengan dewa Siwa disebutkan seperti kesatuan air dengan laut, sehingga keduanya tidak dapat dibedakan lagi. Tubuh Sang Yogin yang telah mencapai kalepasan segera akan berubah menjadi tubuh dewa Siwa. Ia akan mendapatkan sifat-sifat yang sama dengan sifat dewa Siwa (Hadiwijono, 1983:45).

Nilai Filosofis Bima Merasakan Nikmat dan Bermanfaat

Bima setelah manunggal dengan Tuhannya tidak merasakan rasa khawatir, tidak berniat makan dan tidur, tidak merasakan lapar dan mengantuk, tidak merasakan kesulitan, hanya nikmat yang memberi berkah karena segala yang dimaksud dapat tercapai. Hal ini menyebabkan Bima ingin manunggal terus. Ia telah memperoleh kebahagiaan nikmat rahmat yang terkandung pada kejadian dunia dan akhirat. Sinar Ilahi yang melahirkan kenikmatan jasmani dan kebahagian rohani telah ada pada Bima. Oleh kaum filsafat, itulah yang disebut surga (Hamka, 1984:139). Keadaan ini secara filosofis melambangkan bahwa Bima telah mencapai tahap makrifat.

Nilai Filosofis Segala yang Dimaksud oleh Bima Tercapai

Segala yang menjadi niat hatinya terkabul, apa yang dimaksud tercapai, dan apa yang dicipta akan datang, jika hamba telah bisa manunggal dengan Tuhannya. Segala yang dimaksud oleh Bima telah tercapai. Keadaan ini secara filosofis melambangkan bahwa Bima telah mencapai tataran makrifat.


Segala yang diniatkan oleh hamba yang tercapai ini kadang-kadang bertentangan dengan hukum alam sehingga menjadi suatu keajaiban. Keajaiban itu dapat terjadi sewaktu hamba dalam kendali Ilahi (Nicholson, 1975:132).

Ada dua macam keajaiban, yang pertama yang dilakukan oleh para wali disebut keramat dan yang kedua keajaiban yang dilakukan oleh para nabi disebut mukjizat (Nicholson, 1975:129).

Nilai Filosofis Bima Merasakan Bahwa Hidup dan Mati Tidak Ada Bedanya

Hidup dan mati tidak ada bedanya karena dalam hidup di dunia hendaklah manusia dapat mengendalikan atau mematikan nafsu yang tidak baik dalam dalam kematian manusia akan kembali menjadi satu dengan Tuhannya. Mati merupakan perpindahan rohani dari sangkar kecil menuju kepada kebebasan yang luas, kembali kepada-Nya. Dalam kematian raga nafsu yang tidak sempurna dan yang menutupi kesempurnaan akan rusak. Yang tinggal hanyalah Suksma. Ia kemudian bebas merdeka sesuai kehendaknya kembali manunggal kepada Yang Kekal (Marsono, 1997:799). Keadaan bahwa hidup dan mati tidak ada bedanya secara filosofis melambangkan bahwa tokoh Bima telah mencapai tahap makrifat.

Nilai Filosofis Hati Bima Terang bagaikan Bunga yang Sedang Mekar

Bima setelah mengetahui, menghayati, dan mengalami manunggal sempurna dengan Tuhannya karena mendapatkan wejangan dari Dewaruci, ia hatinga terang bagaikan kuncup bunga yang sedang mekar. Dewaruci kemudian musnah. Bima kembali kepada alam dunia semula. Ia naik ke darat kembali ke Ngamarta. Keadaan hati yang terang benderang bagaikan kuncup bunga yang sedang mekar secara filosofis melambangkan bahwa Bima telah mencapai tahap makrifat.

Kesimpulan

Kisah Bima dalam mencari tirta pawitra dalam cerita Dewaruci secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus menjalani perjalanan batin guna menemukan identitas dirinya atau pencarian sangkan paraning dumadi ‘asal dan tujuan hidup manusia’ atau manunggaling kawula Gusti.

Dalam kisah ini termuat amanat ajaran konsepsi manusia, konsepsi Tuhan, dan bagaimana manusia menuju Tuhannya. Konsepsi manusia disebutkan bahwa ia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya.

Ia dijadikan dari air. Ia wajib menuntut ilmu. Dalam menuntut ilmu tugas guru hanya memberi petunjuk. Manusia tidak memiliki karena segala yang ada adalah milik-Nya. Ia wajib selalu ingat terhadap Tuhannya, awas dan waspada terhadap segala godaan nafsu yang tidak baik, sebab pada akhirnya manusia akan kembali kepada-Nya. Konsepsi Tuhan disebutkan bahwa Ia Yang Awal dan Yang Akhir, Hidup dan Yang Menghidupkan, Mahatahu, dan Mahabesar. Ia tan kena kinaya ngapa ‘tidak dapat dikatakan dengan apa pun’.

Kisah perjalanan batin Bima dalam menuju manusia sempurna ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat (Jawa sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa).

Sufisme Syekh Siti Jenar : Kajian Kitab Serat dan Suluk Siti Jenar

Buku ini merupakan sistematisasi dan rekonstruksi ajaran otentik Syekh Siti Jenar dalam nuansa mistik kejawen dan spiritualitas.

Sang wali nyentrik, Syekh Siti Jenar, menghadirkan kearifan spiritual Islam di Tanah Jawa. Tujuan utama ajaran Syekh Siti Jenar adalah mengajak manusia selalu tumbuh berkembang seperti pohon Sidratul Muntaha; selalu aktif, progresif dan positif; membangkitkan Ingsun Sejati melalui tauhid al-wujud atau yang dikenal secara lokal dengan Manunggaling Kawula-Gusti. Gerakan yang dilakukan Syekh Siti Jenar bersumbu pada pembebasan kultural, pembebasan kemanusiaan dari kungkungan struktur politik berdalih agama sekaligus pembebasan dari pasungan keagamaan yang formalistik.

Namun, benarkah tuduhan bahwa ajaran Syekh Siti Jenar merupakan pertempuran antara Kejawen dan Islam? Benarkah ajaran Syekh Siti Jenar adalah rekayasa budaya untuk menyerang Islam?

Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, yaitu apa yang disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi.

Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenai hukum yang bersifat keduniawian (hukum negara dan lainnnya), tidak termasuk didalamnya hukum syariat peribadatan sebagaimana ketentuan syariah. Dan menurut ulama pada masa itu yang memahami inti ajaran Siti Jenar bahwa manusia di dunia ini tidak harus memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu: syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Baginya, syariah itu baru berlaku sesudah manusia menjalani kehidupan paska kematian. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi. Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu. Mirip dengan konsep Al-Hallaj (tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam sekitar abad ke-9 Masehi) tentang Hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat manusia dan Tuhan. Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4 tahapan ; 1. Syariat (dengan menjalankan hukum-hukum agama spt sholat, zakat dll); 2. Tarekat, dengan melakukan amalan-amalan spt wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu; 3. Hakekat, dimana hakekat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan; dan 4. Ma'rifat, kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya. Bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka tahapan dibawahnya ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada masa itu tentang ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami setelah melewati ratusan tahun pasca wafatnya sang Syekh. Para ulama mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu ajaran Islam yang harus disampaikan adalah pada tingkatan 'syariat'. Sedangkan ajaran Siti Jenar sudah memasuki tahap 'hakekat' dan bahkan 'ma'rifat'kepada Allah (kecintaan dan pengetahuan yang mendalam kepada ALLAH). Oleh karenanya, ajaran yang disampaikan oleh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata 'SESAT'.

Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing - masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda - beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing - masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agamanya yang paling benar.

Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.

Manunggaling Kawula Gusti

Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan berarti bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi sangat dekat dengan Tuhannya.

Dan dalam ajarannya, 'Manunggaling Kawula Gusti' adalah bahwa di dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur'an yang menerangkan tentang penciptaan manusia ("Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)")>. Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi.

Perbedaan penafsiran ayat Al Qur'an dari para murid Syekh Siti inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham 'Manunggaling Kawula Gusti'.

Pengertian Zadhab

Dalam kondisi manusia modern seperti saat ini sering temui manusia yang mengalami hal ini terutama dalam agama Islam yang sering disebut zadhab atau kegilaan berlebihan terhadap Illa yang maha Agung atau Allah.

Mereka belajar tentang bagaimana Allah bekerja, sehingga ketika keinginannya sudah lebur terhadap kehendak Allah, maka yang ada dalam pikirannya hanya Allah, Allah, Allah dan Allah.... disekelilingnya tidak tampak manusia lain tapi hanya Allah yang berkehendak, Setiap Kejadian adalah maksud Allah terhadap Hamba ini.... dan inilah yang dibahayakan karena apabila tidak ada GURU yang Mursyid yang berpedoman pada AlQuran dan Hadits maka hamba ini akan keluar dari semua aturan yang telah ditetapkan Allah untuk manusia.Karena hamba ini akan gampang terpengaruh syaitan, semakin tinggi tingkat keimanannya maka semakin tinggi juga Syaitan menjerumuskannya.Seperti contohnya Lia Eden dll... mereka adalah hamba yang ingin dekat dengan Allah tanpa pembimbing yang telah melewati masa ini, karena apabila telah melewati masa ini maka hamba tersebut harus turun agar bisa mengajarkan yang HAK kepada manusia lain seperti juga Rasullah pun telah melewati masa ini dan apabila manusia tidak mau turun tingkatan maka hamba ini akan menjadi seprti nabi Isa AS.Maka Nabi ISA diangkat Allah beserta jasadnya. Seperti juga Syekh Siti Jenar yang kematiannya menjadi kontroversi.Dalam masyarakat jawa kematian ini disebut "MUKSO" ruh beserta jasadnya diangkat Allah.

Hamamayu Hayuning Bawana

Prinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Seorang dianggap muslim, salah satunya apabila dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungannya dan bukannya menciptakan kerusakan di bumi

Kontroversi

Kontroversi yang lebih hebat terjadi di sekitar kematian Syekh Siti Jenar. Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para pejabat kerajaan Demak Bintoro. Di sisi kekuasaan, Kerajaan Demak khawatir ajaran ini akan berujung pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging atau Ki Kebokenanga adalah keturunan elite Majapahit (sama seperti Raden Patah) dan mengakibatkan konflik di antara keduanya.

Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang kekuasaan Demak Bintoro, khawatir ajaran ini akan terus berkembang sehingga menyebarkan kesesatan di kalangan umat. Kegelisahan ini membuat mereka merencanakan satu tindakan bagi Syekh Siti Jenar yaitu harus segera menghadap Demak Bintoro. Pengiriman utusan Syekh Dumbo dan Pangeran Bayat ternyata tak cukup untuk dapat membuat Siti Jenar memenuhi panggilan Sri Narendra Raja Demak Bintoro untuk menghadap ke Kerajaan Demak. Hingga konon akhirnya para Walisongo sendiri yang akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana perguruan Siti Jenar berada.[rujukan?]

Para Wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja. Maka berangkatlah lima wali yang diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa Krendhasawa. Kelima wali itu adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus, dan Sunan Geseng.

Sesampainya di sana, terjadi perdebatan dan adu ilmu antara kelima wali tersebut dengan Siti Jenar. Menurut Siti Jenar, kelima wali tersebut tidak usah repot-repot ingin membunuh Siti Jenar. Karena beliau dapat meminum tirtamarta (air kehidupan) sendiri. Ia dapat menjelang kehidupan yang hakiki jika memang ia dan budinya menghendaki.[rujukan?]

Tak lama, terbujurlah jenazah Siti Jenar di hadapan kelima wali. Ketika hal ini diketahui oleh murid-muridnya, serentak keempat muridnya yang benar-benar pandai yaitu Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki Pringgoboyo pun mengakhiri "kematian"-nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan oleh gurunya di hadapan para wali.[rujukan?]

Kisah pada saat pasca kematian

Terdapat kisah yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan di Masjid Demak, menjelang salat Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya kilau kemilau memancar dari jenazah Siti Jenar.

Jenazah Siti Jenar sendiri dikuburkan di bawah Masjid Demak oleh para wali. Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan nama lain.

Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya yang mengikuti jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang hakiki. Di antaranya yang terceritakan adalah Kiai Lonthang dari Semarang Ki Kebokenanga dan Ki Ageng Tingkir.

Sabtu, 28 Februari 2009


LAPORAN KEGIATAN
LAYANAN BIMBINGAN SISWA
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Kegiatan KKPL
Maha Siswa Jurusan Tarbiyah STAI Diponegoro Tulungagung
Semester Genap Tahun Akademik 2008 / 2009





Oleh:
RIA IKE SUMINAR
NIM: 200780010605

JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
( STAI ) DIPONEGORO – TULUNGAGUNG 2009


HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Kegiatan Harian individual KKPL di MTs PSM Tanen, Rejotangan, Tulungagung yang disusun oleh:

Nama : RIA IKE SUMINAR
NIM : 200780010605
NIMKO : 2005.4.080.001.2.01892
Ini telah disetujui pada tanggal …Maret 2009




Menyetujui,
Dosen Pembimbing Lapangan Kepala MTs PSM
Tanen, Rejotangan, Tulungagung



Hadi Burhani. M.Ag Gufron MPdi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLOH SWT atas Rahmat, Hidayah dan Inayahnya, yang telah melimpahkan dan memberikan kekuatan lahir dan batin kepada penulis. Berkat Rahmat serta Hidayah ALLOH SWT laporan layanan bimbingan siswa ini dapat terselesaikan dengan baik.
Sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga para sahabat dan umatnya yang setia sampai akhir zaman.
Sudah menjadi hal yang biasa di dalam segi kehidupan manusia pasti mempunyai fenomena yang variatif, entah dibidang ekonomi, social, politik, maupu budaya. Hal itu acap kali dianggap sebagai suatu problematika yang besar kecilnya tergantung dari siapa yang menilai.
Terutama dalam hal kebudayaan manusia, yang senantisa mengalami mobilitas dari zaman ke zaman, seiiring kemajuan sains dan teknologi yang sering dituding sebagai penyebabnya. Namu hal ini tidaklah terlepas dari pendidikan yang diterima manusia yang notebene adalah mahkluk Tuhan yang diberi akal untuk berfikir mengenai segala sesuatu yang ditemuinya.
Dalam studi kasus ini akan kami ungkapkan sekelumit permasalahan yang terjadi pada pendidikan kita, terutama dalam pendidikan Islam, khususnya masalah kesiswaan di MTs PSM Tanen, Rejotangan, Tulungagung, pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepad asemua pihak yang telah membatu terselesainya laporan layanan bimbingan siswa ini terutama kepada:
1. Bapak DR. H. Achmad Fathoni, M.Ag. selaku penaggung jawab Progam KKPL
2. Bapak Gufron MPdI selaku Kepala MTs PSM Tanen, Rejotangan, Tulungagung yang telah berkenan memberikan kesempatan dan bimbingan kepada kami untuk melakukan tugas akhir
3. Bapak Hadi Burhani selaku Dosen pembimbing lapangan yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan baik teknis maupun non teknis dalam pelaksanaan KKPL
4. Bapak dan Ibu Guru serta seluruh jajaran pengurus MTs PSM, Tanen, Rejotangan, Tulungagung yang dengan ikhlas memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk selama proses KKPL
5. Rekan-rekan KKPL di MTs PSM, Tanen, Rejotangan, Tulungagung, yang telah membantu terselesaikanya laporan ini
6. Kekasih tercinta yang selalu mendukung langkah perjuanganku, menemani suka dan duka
Dengan segala kerendahan hati kami menyadari keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga yang ada dilaporan ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu segala kritik dan saran penulis sangat mengharapkan.
Akhirnya kami hanya mengharapkan semoga karya ini bermanfaat. Amin



Tulungagung, Maret 2009
Penulis


( Ria Ike Suminar )

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……..……………………………………………
HALAM PERSETUJUAN ………………………………………….
KATA PENGANTAR …………………………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………………….……
BAB I PENDAHULUAN: ……………………………………………
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………
B. Pengertian dan judul ……………………………………………..
C. Sistematika Pembahasan ……………………………………….
BAB II PEMBAHASAN : ……………………………………………
A. Identifikasi kasus ………………………………………….……...
B. Penentuan kasus …………………………………………….…….
C. Diagnosa ………………………………………………………......…
D. Pemberian bantuan ……………………………………………….
E. Tindak lanjut …………………………………………………........
BAB III PENUTUP : ………………………………………………...
A. Kesimpulan ………………………………………………....………
B. Saran-saran ………………………………………………..……….
KEPUSTAKAAN ……………………………….……………………..

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seorang guru mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan pribadi siswa. Guru selain sebagai pendidik juga sebagai orang tua di sekolah. Jika kita bertolak dari hal tersebut, maka seorang guru perlu mengetahui dan memahami perkembangan psikologis anak. Setiap kendala yang dihadapi dalam proses belajar mengajar juga perlu mendapat perhatian dan pemecahan dengan pendekatan-pendekatan tertentu. Karena proses dari pendidikan tersebut kadankadang menimbulkan gejolak atau problem yang sulit dihadapi oleh siswa.
Agar proses belajar mengajar dapat berjalan maksimal maka para pendidik harus pandai-pandai menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa dan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang timbul pada siswa perlu adanya observasi atau studi kasus. Hal ini dilakukan untuk mengetahui setiap masalah yang timbul dan sekaligus memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut.

B. Pengrtian dan Tujuan
Studi kasus atau layanan bimbingan siswa dapat diartikan sebagai sebuah usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan sisiwa yang mempunyai kasus. Kesulitan ini mempunyai arti yang luas, termasuk lambat belajar, kecengengan, kekacauan belajar, ke-tidak mampu-an belajar, gagguan mental dan sebagainya.
Tujuan umum yang ingin dicapai dengan mengadakan studi kasus ini adalah agar dapat membantu anak mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan harapan dan cita-cita, selain itu dengan layanan bimbingan siswa ini kita bisa mengetahui sejauh mana materi yang disampaikan oleh guru bias diterima. Selain itu juga mengetahui dan mendeteksi permasalahan yang dihadapi oleh siswa dan mencari solusi yang terbaik sehingga mampu mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin. Maka secara khusus tujuan bimbingan melalui studi kasus ini diharapkan:
1. Dapat menjadi masukan sekolah dan guru yang bersangkutan agar siswa yang mempunyai kasus memperoleh perhatian lebih, dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
2. Dapat menjadi salah satu alternative bagi wali murid / orang tua siswa yang bersangkutan dalam menemukan problem solving untuk mengatasi masalah siswa yang mempunyai kasus
3. Dapat menjadi salh satu bahan pertimbangan bagi pihak-pihak pengelola dan pemerhati pendidikan, terutama pendidikan Islam tingkat menegah
4. Dapat menjadi salah satu titik yang mampu menemukan tempat diantara khasanh keilmuan.
C. Sistem Penulisan
Sistematika penulisan layanan bimbingan siswa kami susun berdasarkan buku panduan seperti tersebut di bawah:
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
BAB III : PENUTUP
KEPUSTAKAAN

BAB II
PEMBAHASAN
A. Identifikasi Masalah
Dari data yang kami kumpulkan berdasarkan obserfasi dengan wawancara langsung dengan siswa dan orang tua siswa serta menggunakan data angket yang telah diisi siswa dan data yang kongkrit, ditemukan seorang anak yang bernama Lukman Abidin yang mana dalam keseharianya walaupun dengan kondisi kurangnya perhatian dari orang tua, ibunya bekerja di sawah dan ayahnya seorang petani, mampu mengatur waktu untuk belajar, walaupun disamping itu ia harus membantu ayahnya menjalakan aktifitasnya sehari-hari.
Dengan kondisi yang demikian, ia gunakan sebagai motivasi hidupnya untuk lebih maju dalam menggapai Cita-citanya. Setidaknya anak tersebut mampu memperoleh peringkat tiga besar di kelasnya. Dari sedikit penemuan diatas penulis tertarik untuk mengangkat masalah itu untuk dijadikan studi kasus. Dengan rumusan maslah:
1. Adakah hubungan perhatian dari orang tua terhadap prestasi belajar siswa?
2. Apa saja Problema yang dihadapi oleh anak tersebut?
Dari situlah penulis akan memaparkan hasil temuan-temuan yang akan kami paparkan dalam tulisan ini untuk memberikan jawaban atas pertanyaan diatas.
B. Diagnosa
Dibawah ini adalah idenifikasi siswa yang memiliki kelebihan dalam pretasinya serta hal-hal yang berkaitan dengan:


1. Idenifikasi tentang siswa
a. Nama murid : Lukman Abidin
b. Umur : 14 Tahun
c. Tempat / Tgl / Lahir : Tulungagung, 20 Januari 1995
d. Cita-cita : Ingin jadi Guru
e. Kelas : VII ( tujuh )
f. Alamat : Desa Tegalrejo, Rejotangan, Tulungagung
g. Agama : Islam
h. Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Hasil pengumpulan data
a. Jarak rumah ke sekolah : 2 km
b. Kendaraan ke sekolah : Sepeda
c. Komposisi keluarga :
• Jumlah anggota keluarga : 6 orang
• Anak ke : 2
d. Kegiatan murid di rumah :
• Pada siang hari : Makan, istirahat
• Pada sore hari : Mencari rumput untuk makan ternak
• Pada malam hari : Ngaji dan belajar
• Mulai tidur malam : 22.30 WIB
• Sebelum berangkat ke sekolah : Olah raga dan menyapu
• Rata-rata belajar tiap hari : 1,5 jam
e. Nama orang tua :
• Nama ayah : Slamet
• Nama ibu : Sarimpi
f. Pekerjaan orang tua :
• Pekerjaan ayah : Buruh tani
• Pekerjaan ibu : Buruh tani
g. Agama : Islam
• Agama ayah : Islam
• Agama ibu : Islam
h. Kebangsaan orang tua : Indonesia
• Ayah : Indonesia
• Ibu : Indonesia
i. Riwayat pendidikan siswa:
1. Umur masuk sekolah : 5 tahun
2. TK / RA : 2 tahun
3. Pernah tinggal kelas : -
4. Nilai setiap pelajaran :
 Baik : Semua bidang study
 Kurang : Tidak ada
 Komentar setiap guru terhadap prestasi belajar anak tersebut
Pertahankan prestasimu
j. Kelakuan dan relasi social murid :
• Sikap terhadap guru yang mengajar : Sopan, baik
• Sikap terhadap teman sekelas : Baik
• Sikap terhadap orang tua : baik
• Sikap / prilaku dari yang mengajar : baik
• Sikap / prilaku dari teman sekelas : baik
• Sikap / prilaku dari orang tua : baik
• Sikap / prilaku dari saudara : baik
• Komentar-komentar :
1) Guru yang mengajar tingkah laku murid : Anak tersebut bertingkah laku baik
2) Orang tua terhadap tingkah laku murid : Anak tersebut bertingkah laku baik
3) Teman-teman terhadap tingkah laku murid: Baik terhadap teman
• Kelebihan dalam relasional : Mudah bergaul dan suka bergaul dengan teman
Dari data yang terkumpul kami dapat menyimpulkan anak tersebut memiliki orang tua yang sosialnya cukup. Pada umumnya masyarakat petani yang hidup pas-pasan sehingga kurang memperdulikan pendidikan putra-putrinya, karena terlalu lelah setelah seharian bekerja. Apalagi ditambah seorang ibu yang seharusnya memberikan perhatian lebih pada putra-putrinya harus bekerja ke sawah juga untuk menambah perelonomian dalam rumah tangga. Mereka terkesan membiarkan dan menerima hasil yang telah dicapai anak tanpa berusaha meningkatkan atau mempertahankan prestasi yang diperoleh sang anak.
Walaupun dengan kondisi yang seperti itu, anak tersebut tidak putus asa dan tetap bisa mempertahankan prestasinya karena dilihat dari data yang ada anak tersebut memiliki prestasi yang baik, dan selalu mendapat prestasi 3 (tiga) besar di kelasnya.
Walaupun dengan kondisi seperti tersebut anak tetap bisa mempertahankan prestasinya. Dari data yang ada (data prestasi) anak tersebut memiliki prestasi yang baik mulai kelas VII (tujuh) semester 1 selalu mendapatkan tiga besar, walaupun anak tersebut juga memiliki aktifitas maupun kesibukan yang padat diluar jam sekolah. Hal ini menjadi hal yang cukup rasional dan pantas bagi observasi untuk menjadikan salah satu siswa yang perlu diobservasi.
C. Praknosa
Dari idenifikasi masalah dan diagnosa diatas dapat diketahui bahwa disamping dari semangat belajar yang timbul dari diri anak sendiri, tampak motifasi dan perhatian dari orang tua terhadap belajar anak bisa mendorong semangat belajarnya.
Bisa dikatakan bahwa semua bentuk motifasi orang tua dan guru dan lingkungan bisa menjadi faktor penunjang sebagai rangsangan agar anak lebih tekun, semengat dan bersungguh-sungguh dalam belajar.
Dengan demikian anak tersebut kami pandang perlu diberikan bantuan melalui remedial teaching, bimbingan penyuluhan, motifasi dari dewan guru atau BP bersama orang tua murid yang bertujuan mengarahkan anak agar dapat membagi waktu serta mengoptimalkan sarana belajar untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasinya.
D. Pemberian Bantuan
Dari uraian masalah diatas dapat dilihat bahwa sebenarnya semangat belajar anak tersebut sangat tinggi. Hal ini timbul dari diri anak tersebut apalagi kalau ditambah dengan dukungan dan dorongan dari orang tua.
Sesuai dengan tujuan pemberian bantuan terhadap siswa dimaksudkan agar siswa mampu mengatasi kesulitan belajar yang dialaminya dengan kemampuan sendiri sehingga bisa berhasil dalam mewujudkan cita-citanya untuk menuju masa depan yang menyongsongnya. Maka untuk memberikan bantuan dan motifasi pada siswa tersebut maka perlu diberikan bantuan-bantuan antara lain :
1. Remedial teaching dimana guru mengupayakan untuk memberikan bantuan pelajaran tambahan berupa kursus-kursus (private less) dan cara yang lain terhadap pelajaran-pelajaran yang mungkin dia mendapat kesulitan, dengan tujuan agar kesulitan tersebut bagi siswa yang bersangkutan dapat diatasi dan sebagai orang tua yang memiliki tanggung jawab terhadap putra-putrinya harus terus memberikan dorongan dan motifasi pada anak agar anak terdorong semakin giat dalam belajar serta dapat mempertahankan dan meningkatkan prestasinya yang sudah dicapainya dengan maksimal.
2. Orang tua yang selalu sibuk dengan pekerjaanya dan kurang mempunyai waktu untuk putra-putrinya dalam mengawasi belajarnya diharapkan mampu mengambil kebijakan dengan memberikan kesempatan pada anak untuk belajar dilembaga bimbingan belajar untuk membantu anak dalam meningkatkan prestasinya.
3. Kalau dilihat cita-citanya yang ingin menjadi guru, tentunya pengarahan dan motifasi terhadap anak tersebut harus dimulai sejak dini sehingga menjadi penyemangat untuk meraih cita-citanya.
E. Tindak Lanjut (follow up service)
Tindak lanjut (follow up service) sebagai sarana untuk mengetahui sejauh mana hasil pemberian bantuan yang telah diberikan dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan prestasinya adalah dengan cara memberikan tes kemajuan belajar dan mewawancarai atau melakukan interview terhadap siswa yang bersangkutan dengan kemajuan belajarnya dalam semua bidang studi. Ditambah lagi dengan melakukan analisis terhadap hasil tes untuk mengukur prestasi ank apakah benar-benar bisa mempertahankan prestasinya atau tidak.
Sedangkan melaksanakan tes kemajuan belajar bisa menggunakan prosedur seperti dibawah ini :
1. Memberikan tes formatif dalam semua bidang studi dengan menitik beratkan pada materi yang semula mengalami hambatan.
2. Mewawancarai siswa mengenai kesulitan-kesulitan yang sering dirasakan.
3. Mewawancarai guru bidang studi yang bersangkutan tentang semua perubahan yang terjadi pada siswa, dan juga mewawancarai orang tua siswa tentang kemajuan belajarnya di rumah.
4. Melakukan pengamatan (observasi) kegiatan belajar siswa yang bersangkutan, baik didalam kelas maupun diluar kelas.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang penulis paparkan diatas, dapat diambil kesimpulan antara lain :
1. Pemberian Remidial Teaching yang tepat akan mempengaruhi prestasi anak dalam belajar.
2. Perhatian, terpenuhinya sarana belajar dan kasih saying orang tua merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
3. Perhatian guru dan pendidik lainnya akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.
B. Saran-saran
Sebagai mahasiswa yang masih dalam proses belajar maka kami hanya bisa berharap :
1. Bagi Orang Tua
a. Hendaknya orang tua menyadari tugasnya sebagai pendidik utama dan pertama dalam keluarganya.
b. Hendaknya orang tua menyadari dan mengerti apa yang menjadi harapan dan cita-citanya anaknya dan berusaha semaksimal mungkin mewujudkan cita-citanya dengan memberikan sarana dan prasarana dalam belajar.
c. Orang tua perlu mengetahui sejauh mana pekembangan anaknya, sehingga orang tua tidak harus disalahkan ketika anaknya mengalami kegagalan.
2. Bagi Guru
a. Guru hendaknya selalu tanggap terhadap pada diri siswa.
b. Hendaknya guru bersikap arif dan bijaksana dalam memberikan dorongan terhadap anak didik, sebagai peningkatan yang berorientasi pada bimbingan sehingga anak didik tidak merasa enggan atau merasa kaku mengungkapkan perasaanya.
c. Hendaknya guru menyarankan pada orang tuanya yang putra-putrinya berprestasi untuk bisa meningkatkan dan mempertahankan prestasinya dengan memasukan mereka pada bimbingan belajar.
d. Hendaknya pendidik mampu mengatur suasana kelas atau mengkondisikan dengan baik sehingga anak didik tetap semangat dalam mengikuti proses belajar mengajar.
e. Hendaknya guru selalu memberikan ungkapan-ungkapan yang baik dan memotifasi pada setiap prestasi siswa.
3. Bagi Siswa
a. Siswa hendaknya dapat menyadari kondisi orang tua yang selalu sibuk.
b. Siswa hendaknya lebih bisa aktif di dalam kelas.
c. Siswa seharusnya mempunyai jadwal tentang pengaturan dan keteraturan belajar untuk memudahkan dalam belajar.
d. Hendaknya siswa dapat mengoptimalkan waktu belajar agar bisa mempertahankan prestasinya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arifin, M. & Eti Kartikawati. Bimbingan dan Konseling: Program Penyetaraan D-II Pendidikan Agama Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Departemen Agama, Depag RI
2. Djumbur, I & Surya, Moh. Bimbingan Dan Penyuluhan di Sekolah: CV.Ilmu Bandung: 1975
3. Sukardi, Ketut Dewa. Bimbingan Dan Konseling: Bina Aksara, Jakarta, 1988

designer by Bang Irul and Insurance News. Powered by Blogger